Syair: Malam dan Pujangga
Syair berjudul: malam dan Pujangga. Mengisahkan suasana malam dan para Pujangga. Kondisi berkumpul dan nongkrong bersama, di pelataran jalan. Kondisi malam yang syahdu dengan melodi di tengah hingar bingar perkotaan.
Nongkrong bersama, berkumpul bersilaturahmi di malam hari untuk mengatasi kejenuhan. Menikmati minuman kopi dan bersua, untuk sekedar bertatap muka dan bertanya kabar. Malam dan Pujangga, meramaikan tempat bersantai. Sebagian menikmati kuliner, berkumpul dan bersenda gurau.
Setelah lama bernostalgia sambil meneguk kopi, malam tak terasa mukai larut dan cuaca perlahan mulai mendung. Pujangga yang berkumpul menikmati malam di sudut kota, mulai kembali pulang. Sehingga terbesit ide menuliskan cerita dalam syair yang sederhana. Syair tersebut berjudul: Malam dan Pujangga.
Syair
Syair
Judul: Malam dan Pujangga
Malam yang kelam, para pujangga mulai bermalam. Cahaya rembulan terang benderang, gemerlap lampu-lampu di waktu malam. Suasana malam menyejukkan, terasa indah di pandang. Perlahan mulai meratap, riang gembira mulai mengundang.
Tempat sederhana yang syahdu, para pujangga bersua bersama. ditempat keramaian, suasana penuh ceria. Kini malam pun mulai menyapa, duduk bersama penuh sahaja. Terlihat wajah bahagia, karena bersyukur pada sang pencipta.
Pelataran jalan jadi muara pujangga, kendaraan berlalu lalang kian terdengar. Perlahan keadaan terus bergema, huru hara jalanan ramai terdengar. Semua berkumpul bersama, di malam yang hingar bingar.
Tawa dan canda hiasi tempatnya, terdiam pilu yang sedang berduka. Raut wajah sontak gembira, karena candaan iringi kata demi kata. Wajah bahagia menutupi perasaannya, Riang gembira mengikuti suasana. Mencoba mulai bersuara, mengeluarkan kalimat untuk mengimbanginya.
Tak ada kisah pilu yang terlihat, seolah tak ada beban yang ditunjukkan. Namun kondisi mulai mengubah haluan, seolah ingin melepaskan kegundahan secara terang-terangan.
Suasana begitu bersahabat, dengan malam dan pujangga. Selalu menyapa di setiap malam, kebahagian menyatu penuh bahagia. Tak perlu menampakkan kegundahan, sudah keniscayaan setiap insan menjalankan.
Keheningan malam sudah menunggu, pelataran kota mulai membisu. Pujangga terdiam pilu, khusyuknya meneguk kopi yang merasuk di qalbu. Dinginnya malam terus menyatu, bagaikan malam di kelam syahdu.
Malam dan pujangga mulai membisu, karena cuaca mulai mendung. Rembulan pun menghilang, pelataran jalan sepi dipandang. Para pujangga membisu tak berdendang, sebagai akhir dari bertandang. Semua bersiap meninggalkan, untuk bergegas menuju pulang.
Malam yang kelam, para pujangga mulai bermalam. Cahaya rembulan terang benderang, gemerlap lampu-lampu di waktu malam. Suasana malam menyejukkan, terasa indah di pandang. Perlahan mulai meratap, riang gembira mulai mengundang.
Tempat sederhana yang syahdu, para pujangga bersua bersama. ditempat keramaian, suasana penuh ceria. Kini malam pun mulai menyapa, duduk bersama penuh sahaja. Terlihat wajah bahagia, karena bersyukur pada sang pencipta.
Pelataran jalan jadi muara pujangga, kendaraan berlalu lalang kian terdengar. Perlahan keadaan terus bergema, huru hara jalanan ramai terdengar. Semua berkumpul bersama, di malam yang hingar bingar.
Tawa dan canda hiasi tempatnya, terdiam pilu yang sedang berduka. Raut wajah sontak gembira, karena candaan iringi kata demi kata. Wajah bahagia menutupi perasaannya, Riang gembira mengikuti suasana. Mencoba mulai bersuara, mengeluarkan kalimat untuk mengimbanginya.
Tak ada kisah pilu yang terlihat, seolah tak ada beban yang ditunjukkan. Namun kondisi mulai mengubah haluan, seolah ingin melepaskan kegundahan secara terang-terangan.
Suasana begitu bersahabat, dengan malam dan pujangga. Selalu menyapa di setiap malam, kebahagian menyatu penuh bahagia. Tak perlu menampakkan kegundahan, sudah keniscayaan setiap insan menjalankan.
Keheningan malam sudah menunggu, pelataran kota mulai membisu. Pujangga terdiam pilu, khusyuknya meneguk kopi yang merasuk di qalbu. Dinginnya malam terus menyatu, bagaikan malam di kelam syahdu.
Malam dan pujangga mulai membisu, karena cuaca mulai mendung. Rembulan pun menghilang, pelataran jalan sepi dipandang. Para pujangga membisu tak berdendang, sebagai akhir dari bertandang. Semua bersiap meninggalkan, untuk bergegas menuju pulang.